Beginilah hukum di negeri ini yang disebut sebagai negara hukum. Kalau kita bisa membelinya maka hukuman itu tak berlaku lagi, kalau tidak ada uang terimalah hukuman itu sebagai keadilan. Bagaimana tidak, selain hanya bisa miris dan sedih, para koruptor masih banyak berlenggang bebas sedang seorang Minah di Banyumas harus bolak balik untuk sidang, walau akhirnya hanya dapat hukum percobaan 1 bulan 15 hari.
Kesalahannya menurut saya adalah hanya karena ia masih ada kejujuran dan orang miskin sehingga tak mampu untuk menyuap aparat hukum dan membayar pengacara yang bisa mati-matian membelanya.
Coba kalau ia mampu memberikan upeti pada penegak hukum yang memprosesnya dari awal, saya yakin kasusnya tak akan sampai pengadilan.Sedangkan banyak para koruptor yang sudah jelas-jelas ketahuan makan uang rakyat dan bersalah masih bisa dibebaskan, karena mereka banyak uang untuk membeli para penegak hukum dan membayar pengacara yang pandai bersilat lidah.
Sungguh kasihan nenek tua, memang ia bersalah mencuri tiga buah kakao, tapi tak bisakah dimusyawarakan dan dimaafkan? Sungguh mengherankan dan tidak adil. Kalau terhadap rakyat kecil para penegak hukum begitu bekerja sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum. Tetapi terhadap boss-boss atau orang kelas atas yang bersalah mereka jadi begitu culun dan pikun, akhirnya sampai lupa dengan hukum yang harus ditegakkan.Coba kalau ia mampu memberikan upeti pada penegak hukum yang memprosesnya dari awal, saya yakin kasusnya tak akan sampai pengadilan.Sedangkan banyak para koruptor yang sudah jelas-jelas ketahuan makan uang rakyat dan bersalah masih bisa dibebaskan, karena mereka banyak uang untuk membeli para penegak hukum dan membayar pengacara yang pandai bersilat lidah.
Hanya tiga buah kakao bisa sampai ke pengadilan, hebat dan sungguh-sungguh ingin menegakkan keadilan terhadap seorang nenek tua. Coba kalau ia punya uang, ceritanya pasti lain. Akan tetapi untuk kasus lenyapnya uang negera 6, 7 triliun begitu susahnya untuk di ajukan ke pengadilan dan menghukum pelakunya, dengan alasan klasik, belum cukup buktinya.
Kemudian bandingkan juga yang dialami tetangga saya, bawa ganja dari Aceh, tertangkap di Lampung dan masuk tv, setelah saudaranya datang bawa uang 50 juta, besoknya ia sudah bisa senyum-senyum didepan rumahny a tanpa ada masalah. Ada teman juga karena tertangkap jualan nalo dapat kurungan tiga hari, setelah dihadiahkan uang 20 juta, besoknya bisa jualan lagi. Jadi bukan omong kosong kalau hukum itu bisa dibeli.
Kalau kita rakyat kecil dan tak punya uang, jangan berharap dapat keadilan. Karena kita tak akan mampu untuk membelinya.
Jadi untuk amannya, baik-baiklah jadi orang, jangan sampai bersentuhan dengan dunia kejahatan. Hidup dalam kebenaran dan jangan macam-macam.
Jadi untuk amannya, baik-baiklah jadi orang, jangan sampai bersentuhan dengan dunia kejahatan. Hidup dalam kebenaran dan jangan macam-macam.
sebenarnya ada apa dengan dunia hukum kita?. Siapa pun orangnya sama di hadapan hukum,Itu benar seratus persen. Namun kenyataannya dinegara kita ini berbeda. Tidak semua orang sama di depan hukum.di Negara ini jika orang besar dituduh berbuat kesalahan apalagi yang dituduh mempunyai kekuasaan meskipun jelas ada bukti bersalah,tak langsung menerima hukuman. Proses pengadilannya bisa diulur-ulur atau ditunda-tunda,bahkan bisa sampai ‘’hilang’’ di tengah jalan. Berbeda dengan orang kecil yang dituduh berbuat kesalahan,’’cepat’’ dijatuhi hukuman,padahal banyak kejadian,kemudian terbukti dia tidak bersalah. Tapi dia sempat menjalani hukuman sampai bertahun-tahun. Tidak ada ganti rugi apapun dari pemerintah. Jadi hukum yang bagaimana yang harus ditegakkan di Negara ini? Yang Sering kali para pemimpin bangsa ini menyuarakannya di media-media. Apakah hanya hukum yang berdasar pasal demi pasal? Atau hukum yang berkeadilan,berhati nurani,dan bukan hukum yang buta?.
No comments:
Post a Comment